Defisit Anggaran 2025: Manuver Pemerintah di Tengah Tekanan Penerimaan Pajak
Strategi Prabowo Hadapi Tantangan Fiskal Tanpa Mengorbankan Pertumbuhan
![]() |
Doc : Kemenkeu |
Di tengah badai ekonomi global, Indonesia berada di persimpangan jalan. Defisit anggaran 2025 yang diproyeksikan mencapai 2,29% PDB menjadi sorotan utama. Mampukah pemerintahan Prabowo menavigasi tantangan fiskal ini tanpa terjerumus ke dalam jurang utang?
Penerimaan pajak yang lesu menjadi momok menakutkan, mengancam stabilitas keuangan negara. Namun, pemerintah dengan percaya diri mempertahankan target defisit, seolah menyimpan kartu truf rahasia. Apakah ini langkah berani atau justru perjudian besar?
Strategi "nekat" Prabowo dalam menghadapi tantangan ini akan diuji. Di satu sisi, belanja negara terus dipacu untuk menjaga momentum pertumbuhan. Di sisi lain, efisiensi dan optimalisasi sumber daya menjadi kunci untuk menambal lubang defisit.
Investor dan lembaga pemeringkat internasional pun menahan napas, menanti langkah selanjutnya. Mampukah Indonesia menjaga kepercayaan mereka, atau justru tergelincir ke dalam krisis fiskal? Jawabannya ada di tangan Prabowo dan tim ekonominya.
Pemerintah Indonesia tetap berpegang teguh pada proyeksi defisit anggaran 2025 sebesar 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB), meskipun menghadapi tekanan dari penerimaan pajak yang diperkirakan lebih rendah dari target. Sikap ini menunjukkan kepercayaan diri pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal di tengah ketidakpastian global dan tantangan domestik.
Pundi-pundi negara terus terisi, meski langkahnya sedikit melambat. Hingga akhir Februari 2025, realisasi pendapatan negara mencapai Rp316,9 triliun, atau 10,5 persen dari target APBN tahun ini. Pajak masih menjadi tulang punggung dengan sumbangan Rp187,8 triliun, sementara kepabeanan dan cukai menyusul dengan Rp52,6 triliun. Di luar itu, PNBP turut menambah kas negara sebesar Rp76,4 triliun.
Namun, laju penerimaan tak secepat tahun-tahun sebelumnya. Polanya masih serupa: awal tahun cenderung lesu. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti perlambatan yang dipicu koreksi harga komoditas. Batu bara, minyak, hingga nikel—tiga sektor yang selama ini menjadi penopang utama—mulai kehilangan tenaga.
Pemerintah tak tinggal diam. Meski tantangan membayangi, strategi optimalisasi tetap dijalankan. Administrasi diperbaiki, kebijakan disesuaikan, dan berbagai langkah antisipatif disiapkan agar target tetap tercapai. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ujian terbesar bukan hanya angka, tetapi bagaimana menavigasi anggaran di tengah arus ekonomi yang tak menentu.
Komitmen Fiskal di Tengah Turbulensi Ekonomi
pemerintah mengambil langkah tegas untuk menjaga kredibilitas fiskal dengan mempertahankan target defisit yang telah ditetapkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tergoda untuk melonggarkan batas defisit meskipun pendapatan negara menghadapi ancaman dari penerimaan pajak yang melemah. "Kami tetap berpegang pada disiplin fiskal, karena ini penting untuk menjaga kepercayaan pasar," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta.
Penerimaan Pajak: Tekanan dari Sektor Komoditas dan Kepatuhan Wajib Pajak
Penerimaan pajak Indonesia masih bergantung pada sektor komoditas, yang tahun ini menunjukkan volatilitas akibat fluktuasi harga global. Harga batu bara dan minyak sawit mentah, dua ekspor utama Indonesia, mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi di beberapa negara mitra dagang utama. Selain itu, tingkat kepatuhan pajak yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Direktorat Jenderal Pajak turut memberikan tantangan tersendiri.
Meski demikian, pemerintah tetap optimis bahwa reformasi perpajakan yang telah dijalankan dalam beberapa tahun terakhir akan berkontribusi pada peningkatan rasio pajak terhadap PDB. "Kami telah memperkenalkan berbagai insentif dan kebijakan untuk meningkatkan basis pajak, dan hasilnya akan mulai terlihat dalam beberapa waktu ke depan," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo.
Belanja Negara: Antara Konsolidasi dan Pertumbuhan
Dalam APBN 2025, belanja negara tetap diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, terutama melalui belanja infrastruktur dan sosial. Pemerintah berencana meningkatkan alokasi anggaran untuk pembangunan jalan, jembatan, dan transportasi publik guna mendukung konektivitas nasional. Selain itu, sektor pendidikan dan kesehatan tetap menjadi prioritas dengan peningkatan anggaran untuk program jaminan sosial dan bantuan pendidikan.
Namun, dengan penerimaan negara yang lebih rendah dari ekspektasi, pemerintah harus mengambil langkah strategis dalam menyeimbangkan belanja agar tidak menambah beban fiskal. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah efisiensi belanja birokrasi serta optimalisasi penerimaan dari non-pajak, seperti dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Strategi Pembiayaan: Antisipasi Tekanan Global
Untuk menutup defisit anggaran, pemerintah akan tetap mengandalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen utama pembiayaan. Namun, dengan potensi kenaikan suku bunga global dan ketidakpastian ekonomi dunia, pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola utang agar tetap dalam batas yang aman.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan bahwa koordinasi antara pemerintah dan bank sentral akan semakin diperkuat untuk memastikan stabilitas pasar obligasi domestik. "Kami akan terus melakukan intervensi di pasar sekunder jika diperlukan untuk menjaga kestabilan yield SBN," ujar Perry.
Menjaga Kepercayaan Investor dan Lembaga Pemeringkat
Salah satu alasan utama pemerintah mempertahankan defisit pada level yang moderat adalah untuk menjaga kepercayaan investor dan lembaga pemeringkat internasional. Dengan fundamental fiskal yang solid, Indonesia dapat mempertahankan peringkat utang yang sehat, yang pada gilirannya akan menurunkan biaya pinjaman negara.
Moody’s dan Standard & Poor’s dalam laporan terbarunya mengapresiasi komitmen Indonesia dalam menjaga disiplin fiskal, meskipun mereka tetap mengingatkan bahwa risiko eksternal harus terus diwaspadai. "Kami melihat Indonesia masih berada dalam jalur yang tepat, namun pemerintah perlu waspada terhadap tekanan dari sisi penerimaan dan potensi peningkatan beban subsidi," tulis analis Moody’s dalam laporannya.
Prospek Ekonomi 2025: Antara Optimisme dan Kehati-hatian
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2025 di kisaran 5,2% hingga 5,5%, didorong oleh konsumsi domestik yang kuat dan investasi yang terus meningkat. Namun, risiko dari perlambatan ekonomi global serta ketidakpastian geopolitik tetap menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.
Meski menghadapi berbagai tantangan, strategi fiskal pemerintah yang hati-hati namun tetap pro-pertumbuhan diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi nasional. "Kami ingin memastikan bahwa kebijakan fiskal tetap menjadi instrumen yang efektif untuk mendukung pembangunan, tanpa mengorbankan keberlanjutan jangka panjang," pungkas Sri Mulyani.
Dengan pendekatan yang terukur dan strategi yang matang, pemerintah Indonesia berupaya menavigasi tantangan ekonomi 2025 tanpa harus mengorbankan pertumbuhan dan stabilitas fiskal. Kini, yang menjadi pertanyaan adalah seberapa efektif kebijakan ini dalam menghadapi dinamika global yang terus berubah. Jawabannya akan terlihat dalam perjalanan tahun fiskal mendatang.