-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

**** UPDATE INFORMASI TERBARU - BERITA-TEKINI- TRENDING-INFO KESEHATAN- INFO LOWONGAN KERJA- HOBI - INFO PENDIDIKAN****

Jaksa KPK Mendapatkan Info Bahwa Hasto Suruh Harun Masiku Merendam HP - Apakah Hasto benar terlibat ??

Thursday, March 13, 2025 | 8:45 PM WIB | 000 Views Last Updated 2025-03-25T22:12:21Z

 "Gejolak di Tubuh PDIP: Kasus Suap, Pelarian, dan Upaya Penghambatan Hukum yang Mengguncang Politik Indonesia"

Source : Investor . id   (B-Universe/Joanito De Saojoao)

Gelapnya Awan di Atas Partai Berpengaruh Indonesia
Pada awal 2020, Indonesia—negara dengan sejarah panjang pertarungan melawan korupsi—kembali dikejutkan oleh skandal yang menyentuh jantung salah satu partai politik terkuatnya: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kasus ini tidak hanya melibatkan calon legislatif yang ambisius, Harun Masiku, tetapi juga menjerat Sekretaris Jenderal partai, Hasto Kristiyanto, dalam dugaan penghambatan penyidikan. Sebuah kisah tentang kekuasaan, suap, dan upaya melawan arus transparansi yang memantik pertanyaan: Seberapa tahan sistem politik Indonesia terhadap godaan korupsi?



Harun Masiku, calon legislatif PDIP dari daerah pemilihan Sumatra Utara, awalnya hanya salah satu dari ratusan nama dalam daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, nasibnya berubah ketika calon terpilih dari partainya meninggal dunia sebelum pelantikan. Peluang untuk menggantikan posisi tersebut—melalui mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW)—mendorong Harun ke pusaran skandal. Pada 8 Januari 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Wahyu. Namun, Harun—yang diduga berada di lokasi—berhasil melarikan diri. Sejak itu, ia menjadi buronan yang menghilang bak ditelan bumi.


Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto—sosok yang selama ini dikenal sebagai juru bicara tegas partai—kini menghadapi tuduhan serius: merintangi penyidikan KPK. Menurut keterangan resmi KPK pada Desember 2024, Hasto diduga memerintahkan stafnya untuk menghubungi Harun saat OTT berlangsung. Instruksinya: " untuk merendam ponselnya ke dalam air." Tujuannya jelas: menghancurkan bukti komunikasi yang bisa menguatkan kasus.


Hasto Kristiyanto, didakwa menghalangi penyelidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan calon legislatif PDIP, Harun Masiku. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Hasto memerintahkan Harun untuk bersembunyi serta merendam ponselnya agar tidak bisa ditangkap oleh KPK.


Hal ini diungkapkan oleh jaksa dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (14/3/2025). Dalam dakwaan tersebut, jaksa menjelaskan bahwa KPK sebelumnya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI, pada 8 Januari 2020.


Wahyu ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta setelah tim KPK memperoleh informasi mengenai suap yang bertujuan meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). KPK menyebut bahwa Hasto mengetahui penangkapan Wahyu sekitar pukul 18.19 WIB.


"Selanjutnya, terdakwa melalui Nurhasan menginstruksikan Harun Masiku untuk merendam ponselnya ke dalam air serta tetap berada di kantor DPP PDI Perjuangan. Langkah ini bertujuan agar keberadaan Harun tidak terdeteksi oleh petugas KPK," ujar jaksa dalam dakwaannya.



Nurhasan kemudian menemui Harun Masiku di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, sekitar pukul 18.35 WIB. Sekitar 18.52 WIB, ponsel Harun Masiku sudah tidak aktif dan tidak dapat dilacak lagi.



"Selanjutnya petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik Nurhasan yang terpantau pada jam 20.00 WIB bersama dengan Harun Masiku berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan pada saat itu bersamaan dengan Kusnadi selaku orang kepercayaan terdakwa juga terpantau berada di PTIK. Kemudian, petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku," ujar jaksa.


Tindakan ini, jika terbukti, bukan hanya melanggar etik politik, tetapi juga Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 21 tentang Penghambatan Proses Hukum. "Ini adalah serangan terhadap institusi penegak hukum," tegas Setyo Budiyanto, Ketua KPK, dalam konferensi pers.


Apakah Penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan "politisasi hukum" ?


Namun, KPK membantah tuduhan tersebut. "Kami bekerja berdasarkan bukti, bukan kepentingan politik," jawab Setyo. Analis politik dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, memberikan perspektif lebih luas: "Ketegangan antara KPK dan partai politik bukan hal baru. Namun, kasus ini menguji independensi KPK di bawah kepemimpinan baru—apakah mereka benar-benar netral atau terjebak dalam permainan kekuasaan?"


Empat tahun sejak pelariannya, Harun Masiku tetap menjadi teka-teki. KPK mengaku telah berkoordinasi dengan Interpol dan pihak imigrasi di beberapa negara, termasuk Singapura dan Malaysia, untuk melacak keberadaannya. Namun, hasilnya nihil. Apakah ada jaringan yang melindunginya ??" 


Spekulasi pun bermunculan. Beberapa sumber menyebut Harun mungkin telah mengubah identitas atau bahkan melarikan diri ke negara tanpa perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Yang lain menduga ia masih bersembunyi di dalam negeri, dilindungi oleh pihak-pihak yang tak ingin kasus ini terungkap.


Sebagai partai dengan basis massa kuat , PDIP kini berada di persimpangan. Kasus ini tidak hanya merusak reputasi Hasto—yang selama ini dianggap sebagai "otak" operasional partai—tetapi juga menggugat komitmen PDIP dalam memberantas korupsi. "PDIP selalu menggaungkan anti-korupsi, tapi bagaimana rakyat percaya jika petingginya terlibat skandal?" tanya Fitriani, aktivis Transparency International Indonesia.

 

Kasus Harun-Hasto bukan fenomena isolasi. Sejak reformasi 1998, Indonesia telah menyaksikan puluhan skandal serupa—dari kasus suap Hakim Akil Mochtar hingga korupsi e-KTP. Namun, yang membuat kasus ini unik adalah keterlibatan pejabat partai tingkat tinggi dalam upaya sistematis menghambat hukum.


"Ini menunjukkan korupsi bukan hanya soal uang, tapi juga tentang perlindungan kekuasaan," papar Fransisca Ria Susanti, mantan komisioner KPK. "Ketika hukum dianggap ancaman, para elit akan menggunakan segala cara untuk melindungi diri—bahkan dengan merusak institusi negara."


Apa yang terjadi pada PDIP ini adalah pengingat pahit: demokrasi Indonesia masih rentan terhadap kanker korupsi. Namun, langkah tegas KPK—meski dihujani kritik—memberikan secercah harapan. Seperti kata mantan ketua KPK, Abraham Samad: "Hukum harus seperti pedang: tak pandang bulu, tak kenal takut."


Di tengah tekanan politik dan bayang-bayang ketidakpastian, masyarakat menanti: akankah Harun dan Hasto diadili dengan adil? Atau kasus ini akan menjadi episode lain dalam drama panjang korupsi yang tak kunjung tuntas? Jawabannya akan menentukan masa depan integritas politik Indonesia

 

****BERBAGI INFORMASI-PENDIDIKAN-OLAHRAGA-KESEHATAN-LOWONGAN KERJA****
Informasi lowongan kerja terbaru

Informasi lowongan kerja terbaru

lowongan kerja- terbaru 2025

Lowongan Kerja Terbaru - Jateng-Soloraya-Jatim-Surabaya-Malang-Kediriraya

Info Kursus- Kampung Inggris Pare kediri

×
Berita Terbaru Update