Langkah Berani Pemerintah dalam Reformasi
Pendidikan dan Pemberantasan Korupsi
Doc: era.id
Pada 13 Maret 2025, Presiden Republik
Indonesia, Prabowo Subianto, meluncurkan sebuah kebijakan revolusioner yang
mengubah mekanisme penyaluran tunjangan bagi guru Aparatur Sipil Negara (ASN)
di seluruh Indonesia. Dalam upaya memotong rantai birokrasi yang berbelit dan
mengurangi potensi korupsi, tunjangan guru kini akan langsung ditransfer ke
rekening pribadi para pendidik, tanpa perantara pemerintah daerah.
Pemerintah kembali mengubah mekanisme penyaluran tunjangan bagi para guru
Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Dasar dan Menengah (Permendikdasmes) Nomor 4 Tahun 2025, kini tunjangan
profesi, tunjangan khusus, serta tambahan penghasilan bagi guru ASN daerah
bakal langsung masuk ke rekening pribadi masing-masing.
Mekanisme baru ini menghapus prosedur lama
yang selama ini dianggap berbelit. Sebelumnya, tunjangan tersebut harus
melewati kas umum daerah terlebih dahulu sebelum diteruskan kepada para guru.
Alhasil, keterlambatan pencairan kerap terjadi, menimbulkan keresahan di
kalangan tenaga pendidik.
Mampukah Prabowo , Mengurai Benang Kusut
Birokrasi Pendidikan ?
Selama lebih dari satu dekade, proses
penyaluran tunjangan guru di Indonesia harus melewati jalur panjang yang
melibatkan berbagai tingkatan pemerintahan. Sejak 2010 hingga 2024, dana
tunjangan dari Kementerian Keuangan ditransfer ke rekening kas umum daerah
sebelum akhirnya sampai ke rekening guru. Proses ini tidak hanya memakan waktu
lama tetapi juga membuka celah bagi praktik-praktik koruptif.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof.
Dr. Abdul Mu'ti, menjelaskan bahwa mekanisme lama ini seringkali menyebabkan
keterlambatan dalam pencairan tunjangan, yang seharusnya menjadi hak dasar para
guru. "Kebijakan penyaluran langsung ini merupakan terobosan dan jawaban
pemerintah atas aspirasi masyarakat, khususnya aspirasi para guru," kata
Abdul Mu'ti.
Dengan Tunjangan Langsung ke Rekening Apakah
Menjadi Lebih Efisiensi dan Transparansi
Dengan sistem baru yang diterapkan, tunjangan
akan ditransfer langsung dari Kementerian Keuangan ke rekening guru ASN dan
dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah ke rekening guru non-ASN.
Penyaluran ini akan dilakukan setiap bulan, menggantikan sistem sebelumnya yang
dilakukan setiap tiga bulan sekali.
Program ini mencakup 1.476.964 guru ASN dan 392.802 guru non-ASN di seluruh Indonesia. Proses verifikasi dan validasi data, termasuk nomor rekening, masih berlangsung. Dana akan ditransfer segera setelah data terverifikasi. "Transfer ini dihitung mulai Januari. Semua yang sudah verifikasi akan langsung ditransfer ke rekening masing-masing untuk tahap pertama: Januari, Februari, Maret," jelas Abdul Mu'ti.
Reformasi Tunjangan Guru: Akhir dari Penantian Panjang?
Kendati ada perubahan sistem pencairan,
besaran tunjangan tetap tidak berubah. Dalam regulasi terbaru ini disebutkan
bahwa besaran tunjangan profesi guru (TPG) dan tunjangan khusus guru (TKG)
tetap setara dengan satu kali gaji pokok. Sementara itu, tambahan penghasilan
(Tamsil) masih bertahan di angka Rp250 ribu per bulan. Bedanya, kini semua dana
tersebut bakal langsung ditransfer ke rekening bank masing-masing guru.
Dengan kebijakan anyar ini, pemerintah
berharap tidak ada lagi keterlambatan dalam penyaluran hak-hak guru. Sistem
yang lebih praktis dan langsung diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
para pendidik, sekaligus menjadi langkah maju dalam pembenahan sektor
pendidikan di Indonesia. Namun, efektivitas kebijakan ini tentu baru bisa
dinilai seiring waktu berjalan. Yang pasti, harapan baru telah tumbuh di tengah
para tenaga pendidik: bahwa jerih payah mereka kini mendapat penghargaan yang
lebih layak.
Komitmen Melawan Korupsi dalam Sektor
Pendidikan
Presiden Prabowo menekankan bahwa pendidikan
adalah kunci kemajuan bangsa. Namun, untuk mencapai pendidikan berkualitas,
diperlukan pengelolaan anggaran yang efisien dan bebas dari korupsi.
"Tantangan paling besar menurut saya adalah korupsi. Korupsi yang
mengakibatkan kebocoran, yang mengakibatkan sumber daya kita tidak sampai ke
rakyat yang paling memerlukan," tegas Prabowo.
Presiden juga menyoroti budaya birokrasi yang
cenderung mempersulit proses yang seharusnya sederhana. Ia menekankan
pentingnya menghilangkan budaya yang tidak efisien dalam birokrasi.
"Lama-lama untuk apa? Ditahan itu untuk apa? Kita harus hilangkan
budaya-budaya yang tidak benar itu. Kalau bisa dibikin lama kenapa harus
dibikin pendek? Kalau bisa susah kenapa dibikin gampang? Budaya ini yang harus
kita kikis," tambahnya.
Peningkatan Kesejahteraan Guru Merupakan Langkah
Nyata Pemerintahan Prabowo
Selain perbaikan sistem penyaluran tunjangan,
pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui
peningkatan tunjangan sertifikasi. Presiden Prabowo mengumumkan bahwa tunjangan
profesi bagi guru non-ASN akan ditingkatkan menjadi Rp 2 juta per bulan, naik
dari sebelumnya Rp 1,5 juta. "Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan
sebesar 1 kali gaji pokok. Guru-guru non-ASN nilai tunjangan profesinya
ditingkatkan menjadi Rp 2 juta," jelas Prabowo.
Peningkatan tunjangan ini diharapkan dapat memberikan motivasi tambahan bagi para guru dalam menjalankan tugas mulia mereka. Selain itu, pemerintah juga merencanakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi 806.000 guru pada tahun ini untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi mereka. "Yang sudah ada dananya di APBN sekitar 353.000 guru, sementara kami sedang mengajukan tambahan anggaran untuk mencapai target 806.000 guru," kata Abdul Mu'ti.
Lalu Apa Reaksi dari Kalangan Guru ?
Kebijakan baru ini disambut baik oleh para guru di seluruh Indonesia. Mereka menilai bahwa penyaluran tunjangan langsung ke rekening pribadi akan mengurangi keterlambatan dan ketidakpastian yang selama ini sering terjadi. Selain itu, peningkatan tunjangan sertifikasi dianggap sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap peran penting guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Meskipun kebijakan ini membawa angin segar bagi
dunia pendidikan, tantangan dalam implementasinya tetap ada Proses verifikasi data yang masih berlangsung
menjadi salah satu kendala utama. Selain itu, kesiapan infrastruktur perbankan
di daerah terpencil juga menjadi perhatian. Tidak semua guru memiliki rekening
di bank yang bekerja sama dengan pemerintah, sehingga diperlukan mekanisme
transisi yang lebih fleksibel.
Beberapa daerah juga masih menghadapi kendala
teknis dalam sinkronisasi data antara Kementerian Pendidikan dan bank penerima.
Guru yang sebelumnya menerima tunjangan melalui rekening pemerintah daerah
harus memastikan bahwa data mereka telah diperbarui di sistem baru. Pemerintah
menjamin bahwa tidak akan ada keterlambatan signifikan dalam penyaluran selama
proses transisi ini.
Mungkinkah Ini Menjadi Harapan Baru bagi
Guru Indonesia ??, Kebijakan
penyaluran tunjangan langsung ke rekening guru merupakan langkah progresif yang
berpotensi meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik serta memberantas praktik
korupsi di sektor pendidikan. Dengan pemangkasan birokrasi yang berbelit, guru
kini dapat lebih fokus pada tugas utama mereka: mencerdaskan kehidupan bangsa.
Meski masih ada tantangan teknis yang perlu diatasi, optimisme menyelimuti para pendidik di Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi guru, tetapi juga bagi sistem pendidikan secara keseluruhan. Dengan mekanisme yang lebih transparan dan efisien, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia akan terus meningkat, sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo untuk membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan berdaya saing tinggi di tingkat global.
---------
Catatan pojok redaksi :
Reformasi tunjangan guru Prabowo
adalah langkah progresif yang menjawab masalah kronis birokrasi dan korupsi.
Namun, keberhasilannya bergantung pada tiga faktor: (1) kecepatan adaptasi
teknologi di daerah, (2) konsistensi anggaran pendidikan (minimal 20% APBN),
dan (3) sinergi pusat-daerah. Jika berjalan optimal, kebijakan ini bisa menjadi
blueprint reformasi sektor publik Indonesia.
Prabowo dalam kinerja 100 hari pemerintahannya dalam kasus ini, ia tepat
membaca akar masalah: korupsi dan biaya transaksi tinggi adalah parasit dalam
sistem pendidikan. Menurut data World Bank (2024), kebocoran dana pendidikan di
Indonesia mencapai 30% akibat korupsi dan inefisiensi—angka yang mirip dengan
Nigeria dan Bangladesh.
Dengan mengalihkan penyaluran dana ke jalur langsung, pemerintah mengurangi titik kontak yang rentan korupsi. Ini seperti menerapkan prinsip cash transfer yang sukses di Brasil (Program Bolsa Família) atau India (Aadhaar-linked subsidies). Tapi ada perbedaan krusial: di sini, yang disentuh bukan hanya kemiskinan, tetapi juga martabat guru sebagai human capital.
Kenaikan tunjangan guru non-ASN menjadi Rp2
juta/bulan mungkin terlihat kecil di mata ekonom IMF. Tapi dalam konteks
ekonomi pedesaan, ini adalah stimulus lokal. Seorang guru di NTT yang
penghasilannya naik Rp500.000 bisa membeli lebih banyak buku, memperbaiki
rumah, atau menyekolahkan anaknya ke SMA—investasi jangka panjang yang tak
terukur.
Namun, kebijakan ini juga punya risiko.
Sistem verifikasi data yang buruk bisa mengakibatkan penyaluran ke rekening
salah—masalah klasik dalam program targeted subsidies. Dan tanpa
perbaikan infrastruktur internet di Maluku atau Papua, guru-guru di sana tetap
kesulitan mengakses dana mereka.
Di AS, perdebatan tentang student
loan forgiveness atau anggaran pendidikan selalu panas. Tapi satu hal
yang disepakati: birokrasi yang rumit adalah musuh inovasi. Sistem pendidikan
Indonesia, dengan 3 juta guru dan 50 juta siswa, perlu belajar dari kegagalan
AS dalam overhead costs.
Kebijakan Prabowo mengingatkan saya pada
reformasi Medicare di era Obama—memotong perantara untuk meningkatkan
efisiensi. Tapi apakah ini cukup? Seperti kata ekonom Esther Duflo, “Kebijakan
yang baik harus seperti antibiotik: tepat dosis dan tepat sasaran.”
Optimisme harus dibarengi kewaspadaan. Jika
pemerintah gagal memastikan semua guru memiliki rekening bank, atau jika
verifikasi data tertunda, kebijakan ini bisa berbalik menjadi bencana. Selain
itu, kenaikan tunjangan harus diikuti peningkatan akuntabilitas guru—seperti
sistem merit-based pay di Singapura.
Tapi hari ini, mari kita beri apresiasi. Langkah Prabowo ini bukan sekadar kebijakan teknis, tapi pengakuan bahwa guru adalah pahlawan ekonomi. Seperti kata “Investasi dalam pendidikan adalah satu-satunya jaminan pertumbuhan inklusif.” Dan untuk pertama kalinya dalam lama, guru Indonesia bisa merasakan itu.
Kebijakan ini layak diapresiasi, tetapi jangan berhenti di sini.
Selanjutnya, Indonesia perlu mereformasi kurikulum, infrastruktur sekolah, dan
sistem evaluasi guru. Karena tanpa itu, kenaikan tunjangan hanya akan menjadi
bantuan langsung sementara—bukan transformasi sejati.
Red : Arif Surya - Raekula